Selasa, 20 November 2012

The Language of the New Media : CINEMA

CINEMA 

Apa Itu Cinema ?

Secara konkret, kata sinema tidak dapat dijabarkan sebagaimana kita dapat menjabarkan dengan mudah tentang satu benda yang dapat digenggam. Dengan kata lain, sinema tidak memiliki wujud, melainkan berupa konsep dan bersifat metafisis (khayali). Kasus ini serupa dengan usaha untuk mencoba mendefinisikan gaya tarik bumi (gaya gravitasi) yang dilakukan oleh Newton. Secara kasat mata, gaya gravitasi tidak bisa dilihat dan digenggam, tetapi dia ada dan hadir di tengah-tengah kita. Apa yang dilakukan oleh Newton ialah melakukan penjelajahan makna melalui serangkaian percobaan dan perhitungan untuk membuktikan keberadaan gaya gravitasi tersebut.

Sebagaimana Andre Bazin menjelaskan dalam Qu’es-ce Que le Cinema?, bahwa untuk mendapatkan satu pengertian sinema, kita harus melakukan pembacaan terhadap film yang dihadirkan pada renungan kritik sehari-hari, untuk menghantarkan kita pada sederet ketukan penduga, penjelajahan dan pengilasan terhadapnya. Namun, untuk memudahkan kita dalam melakukan penelaahan terhadap arti atau definisi sinema, Bazin memberikan kata kunci, bahwa sinema adalah bahasa (Bazin, 1945; 1958).

Berdasarkan pengalaman dan intensitas bersinggungan dengan hal yang berkaitan dengan film dan sinema, penulis memiliki pengertian sendiri terhadap sinema. Selama ini kita percaya bahwa sinema (berasal dari kata Bahasa Inggris, cinema) memiliki arti dalam Bahasa Indonesia sebagai gedung bioskop. Bagi penulis sendiri, sinema lebih tepat untuk ditempatkan sebagai kata yang bermakna dekat dengan budaya atau perilaku yang dialami/dilakukan oleh masyarakat atau individu dalam persinggungannya dengan apa yang kita kenal sebagai film (atau lebih tepatnya, sinema itu sendiri merupakan budaya menonton film).

Penulis memahami bahwa kata sinema sangat erat dengan apa yang kita kenal sebagai budaya menonton. Dengan demikian, merujuk pada pemahaman penulis tentang budaya menonton citra bergerak yang dapat berbeda-beda satu sama lain, kita dapat pula membedakan antara film dan video (televisi).


Sinema Digital dan Sejarah dari Film

Sejarah Sinema Digital

Baru-baru ini (akhir 2005) minat pada proyeksi 3D stereo digital telah menyebabkan kemauan baru pada bagian teater untuk bekerja sama dalam jumlah terbatas menginstal 2K instalasi untuk menunjukkan Disney’s “Chicken Little” dalam 3D. Tujuh lebih film 3D digital yang dijadwalkan untuk tahun 2006 atau 2007 rilis. Ini kemungkinan akan meningkatkan jumlah 2K instalasi ke beberapa ratus pada akhir tahun 2006. Biaya format target yang direncanakan,, 4K jauh lebih besar, dan kemungkinan akan tetap ditunda sampai hasil yang lebih untuk 3D dievaluasi. Aplikasi digital lain seperti olahraga hidup adalah insentif tambahan. HD TV dan pra-rekaman HD Blu-ray disk, akan memberikan tekanan yang lebih besar terhadap teater untuk menawarkan sesuatu yang lebih baik untuk bersaing dengan pengalaman rumah HD ditingkatkan. 2K tidak benar-benar memperbaiki film yang ada sidik jari, kecuali dalam goresan menghilangkan, dimana 4K kemungkinan akan terlihat lebih baik dari film 35mm. 3D, jika terbukti menjadi faktor, akan terlihat jauh lebih baik dalam format 4K lebih besar.

Sinema Digital

Digital cinema / Sinema Digital adalah teknologi yang mengacu pada penggunaan teknologi digital untuk mendistribusikan dan proyek film. Film akhir dapat didistribusikan secara elektronik dan diproyeksikan menggunakan proyektor digital bukan proyektor film konvensional. Perhatikan bahwa sinema digital berbeda dari televisi definisi tinggi dan khususnya, film digital tidak sepenuhnya tergantung pada menggunakan standar televisi atau HDTV, rasio aspek, atau tingkat frame, meskipun perkembangan terakhir di HDTV menyebabkan kebangkitan kepentingan terkait dalam menggunakan format HD untuk sinema digital, yang dikenal sebagai cinema HD.

Untuk menayangkan sinema digital, diperlukan proyektor yang berbeda dengan proyektor untuk menayangkan sinema konvensional. Terdapat dua jenis proyektor yang dapat digunakan untuk menayangkan sinema digital, yaitu proyektor DLP dan DCI. Proyektor DLP memiliki resolusi 1280×1024 atau setara dengan 1.3 megapiksel.

Teknologi penayangan sinema digital lainnya dibuat oleh perusahaan Sony dan diberi label teknologi “SXRD” . Proyektor-proyektor SXRD seperti SRXR210 dan SRXR220, menawarkan resolusi 4096×2160 (4K) dan memiliki piksel empat kali lebih banyak dari pada proyektor 2K. Proyektor sinema digital Sony juga memiliki harga yang kompetitif dengan proyektor DLP 2 K yang memiliki resolusi lebih rendah (2048×1080 atau setara dengan 2.2 megapiksel).

Sejarah Film
  • Sejarah film sebenarnya sama tuanya dengan penemuan perangkat fotografi. Namun tahukah kamu, sejarah gambar bergerak yang pertama muncul di dunia justru muncul bukan di Hollywood, namun lahir dari sebuah pertanyaan unik: Apakah keempat kaki kuda berada pada posisi melayang pada saat bersamaan ketika kuda berlari? Pertanyaan ini dijawab oleh Eadweard Muybridge dari Stanford University dengan membuat 16 gambar atau frame kuda yang sedang berlari. Kejadian ini terjadi pada tahun 1878. Dari ke-16 gambar kuda yang sedang berlari ini dirangkai dan digerakkan secara berurutan menghasilkan gambar bergerak pertama yang berhasil dibuat di dunia. Dari sinilah ide membuat sebuah film muncul. Karena pada saat itu teknologi kamera perekam belum ada, Muybridge menggunakan kamera foto biasa untuk menghasilkan gerakan lari kuda. Dengan kata lain, diperlukan pengambilan gambar beberapa kali agar memperoleh gerakan lari kuda yang sempurna saat difilmkan.
  • Sepuluh tahun setelah penemuan gambar bergerak (1888), barulah muncul film (bukan sekedar gambar bergerak) pertama di dunia, ya paling tidak mendekati konsep film-film yang sudah ada saat ini. Film ini dikenal dengan nama Roundhay Garden Scene yang di'sutradarai' oleh Louis Le Prince yang berasal dari Prancis. Film berdurasi sekitar 2 detik ini menggambarkan sejumlah anggota keluarga Le Prince sedang berjalan-jalan menikmati hari di taman. Setahun kemudian(1889), Amerika Serikat barulah memproduksi film pertamanya yang berjudul Monkeyshines No. 1. Seperti apa film Monkeyshines No.1? Gambar orang yang 'blur' dengan latar hitam yang sedang melakukan gerakan-gerakan tangan dalam beberapa detik.
  • Memproduksi sebuah film yang spektakuler (seperti yang dilakukan oleh kalangan sineas Hollywood) tentu saja membutuhkan biaya yang sangat besar. Contohnya, film Titanic yang harus membangun tiruan kapal Titanic itu sendiri. Film Titanic itu sendiri menghabiskan dana sebesar 200 juta dollar atau kalau kita rupiahkan bisa mencapai angka 2,5 triliun rupiah! Tapi itu masih belum seberapa lo...coba bandingkan dengan biaya pembuatan film Pirates of the Caribbean: At World's End yang mencapai angka 300 juta dollar atau sekitar hampir 4 triliun rupiah! Luar biasa... Namun, tahukah kamu, ada satu film yang bisa dianggap sebagai salah satu film termahal di dunia yang pernah diproduksi, dan film ini diproduksi pada tahun 1963. Itulah film Cleopatra yang diproduksi oleh 20th Century Fox . Awalnya film ini hanya diberi anggaran 2 Juta Dollar, namun entah mengapa membengkak hingga 44 juta dollar. Kondisi ini tentunya sangat memberatkan 20th Century Fox sehingga hampir membuatnya gulung tikar. Perlu diketahui bahwa angka 44 juta dolar ini adalah angka di tahun 1963, bila dikonversikan dengan tahun sekarang plus hitung-hitungan inflasi, angka tersebut sama dengan nilai 295 juta dollar di tahun 2007, dengan kata lain di tahun 2009 bisa menembus angka 300 juta dollar!
-                       Tapi siapakah sebenarnya pemegang rekor film termahal di dunia? Ternyata film termahal yang pernah dibuat adalah film yang merupakan adaptasi dari novel dari Rusia, War and Peace yang ditulis oleh penulis terkenal Rusia Leo Tolstoy. Film yang dibuat pada tahun 1961 dan diproduseri oleh Mosfilm Studios milik USSR ini menghabiskan dana sebesar 100 juta dollar atau kalau dikonversi dengan inflasi dan segala macam, film ini berharga 700 juta dollar! Luar biasa...! Lalu apa yang membikin film ini menjadi sangat mahal? Ternyata ada sebuah adegan film perang yang harus mengerahkan pasukan sebanyak 120.000 tentara, dan itu adalah scene atau adegan perang terbesar yang pernah dibuat!

Pengertian Film

Sebuah film, juga disebut gambar bergerak, adalah serangkaian gambar diam atau bergerak. Hal ini dihasilkan oleh rekaman gambar fotografi dengan kamera, atau dengan membuat gambar menggunakan teknik animasi atau efek visual.

Proses pembuatan film telah berkembang menjadi sebuah bentuk seni dan industri. Film adalah artefak budaya yang diciptakan oleh budaya tertentu yang mencerminkan budaya, yang pada gilirannya mempengaruhi mereka. Film ini dianggap sebagai bentuk seni yang penting, sumber hiburan populer dan metode yang kuat untuk mendidik – atau mengindoktrinasi – warga negara. Unsur-unsur visual dari bioskop memberikan gambar gerakan universal kekuatan komunikasi. Beberapa film telah menjadi pertunjukkan populer di seluruh dunia menggunakan dubbing atau sub judul yang menerjemahkan dialog dalam bahasa penonton.

Film terdiri dari serangkaian gambar individu yang disebut frame. Ketika gambar-gambar yang ditampilkan dengan cepat ke dalam layar, Penonton tidak dapat melihat flicker antara frame karena efek yang dikenal sebagai persistence of vision, dimana mata mempertahankan citra visual untuk sepersekian detik setelah dihapus. Penonton dapat melihat gerakan karena efek psikologis yang disebut beta movement.

Nama “film” berasal dari film fotografi (juga disebut stock film). secara historis menjadi media utama untuk merekam dan menampilkan gambar bergerak. Banyak istilah lainnya yang ada untuk sebuah individual film, termasuk picturepicture showmoving picturephoto-play dan flick. istilah umum untuk sebutan film Amerika Serikat adalah Movie, sementara di Eropa sebutan film lebih disukai. Istilah tambahan lainnya yaitu layar lebar, layar perak, bioskop dan film.

Jika Film dikombinasikan dengan pertunjukkan seni, maka masih dianggap atau ditetapkan sebagai sebuah “film”, misalnya, ketika ada live musikal untuk theater. Ketika ada Pertunjukan seni di film ini dimasukkan sebagai komponen biasanya tidak disebut film, namun sebuah film, yang bisa berdiri sendiri tetapi diikuti dengan pertunjukan masih dapat disebut sebagai sebuah film.

Film memiliki attitude (sikap, gelagat, atau laku) yang berbeda dengan video (televisi). Menonton sebuah film harus melalui semacam ritual yang tidak dapat dielakkan oleh penonton. Ritual yang penulis maksud adalah beberapa langkah yang harus dilakukan oleh penonton untuk menikmati tayangan sebagai film. Hal ini merujuk kepada pemahaman penulis tentang film sebagai karya yang otoritasnya dimiliki oleh pembuat film sementara penonton, secara tidak langsung, menjadi pihak yang pasif dalam menerima tampilan citra bergerak yang ditampilkan.

Ilustrasinya adalah jika kita ingin menonton sebuah film yang ditampilkan di bioskop A, kita harus mengetahui jadwal tayangnya terlebih dahulu, kemudian kita harus membeli tiket untuk mendapatkan kursi. Kita harus duduk di dalam satu ruangan gelap dengan layar besar ketika ingin menonton film. Selain itu, di dalam bioskop terdapat semacam kesepakatan bersama bahwa penonton tidak boleh membuat keributan selama film diputar dari awal hingga selesai. Dengan demikian, penonton tidak aktif selama film X diputar di dalam bisokop A. Rangkaian kegiatan tersebut seolah menjadi ritual wajib bagi setiap orang yang ingin menonton sebuah film sebagaimana mestinya. 

Sumber :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selasa, 20 November 2012

The Language of the New Media : CINEMA

CINEMA 

Apa Itu Cinema ?

Secara konkret, kata sinema tidak dapat dijabarkan sebagaimana kita dapat menjabarkan dengan mudah tentang satu benda yang dapat digenggam. Dengan kata lain, sinema tidak memiliki wujud, melainkan berupa konsep dan bersifat metafisis (khayali). Kasus ini serupa dengan usaha untuk mencoba mendefinisikan gaya tarik bumi (gaya gravitasi) yang dilakukan oleh Newton. Secara kasat mata, gaya gravitasi tidak bisa dilihat dan digenggam, tetapi dia ada dan hadir di tengah-tengah kita. Apa yang dilakukan oleh Newton ialah melakukan penjelajahan makna melalui serangkaian percobaan dan perhitungan untuk membuktikan keberadaan gaya gravitasi tersebut.

Sebagaimana Andre Bazin menjelaskan dalam Qu’es-ce Que le Cinema?, bahwa untuk mendapatkan satu pengertian sinema, kita harus melakukan pembacaan terhadap film yang dihadirkan pada renungan kritik sehari-hari, untuk menghantarkan kita pada sederet ketukan penduga, penjelajahan dan pengilasan terhadapnya. Namun, untuk memudahkan kita dalam melakukan penelaahan terhadap arti atau definisi sinema, Bazin memberikan kata kunci, bahwa sinema adalah bahasa (Bazin, 1945; 1958).

Berdasarkan pengalaman dan intensitas bersinggungan dengan hal yang berkaitan dengan film dan sinema, penulis memiliki pengertian sendiri terhadap sinema. Selama ini kita percaya bahwa sinema (berasal dari kata Bahasa Inggris, cinema) memiliki arti dalam Bahasa Indonesia sebagai gedung bioskop. Bagi penulis sendiri, sinema lebih tepat untuk ditempatkan sebagai kata yang bermakna dekat dengan budaya atau perilaku yang dialami/dilakukan oleh masyarakat atau individu dalam persinggungannya dengan apa yang kita kenal sebagai film (atau lebih tepatnya, sinema itu sendiri merupakan budaya menonton film).

Penulis memahami bahwa kata sinema sangat erat dengan apa yang kita kenal sebagai budaya menonton. Dengan demikian, merujuk pada pemahaman penulis tentang budaya menonton citra bergerak yang dapat berbeda-beda satu sama lain, kita dapat pula membedakan antara film dan video (televisi).


Sinema Digital dan Sejarah dari Film

Sejarah Sinema Digital

Baru-baru ini (akhir 2005) minat pada proyeksi 3D stereo digital telah menyebabkan kemauan baru pada bagian teater untuk bekerja sama dalam jumlah terbatas menginstal 2K instalasi untuk menunjukkan Disney’s “Chicken Little” dalam 3D. Tujuh lebih film 3D digital yang dijadwalkan untuk tahun 2006 atau 2007 rilis. Ini kemungkinan akan meningkatkan jumlah 2K instalasi ke beberapa ratus pada akhir tahun 2006. Biaya format target yang direncanakan,, 4K jauh lebih besar, dan kemungkinan akan tetap ditunda sampai hasil yang lebih untuk 3D dievaluasi. Aplikasi digital lain seperti olahraga hidup adalah insentif tambahan. HD TV dan pra-rekaman HD Blu-ray disk, akan memberikan tekanan yang lebih besar terhadap teater untuk menawarkan sesuatu yang lebih baik untuk bersaing dengan pengalaman rumah HD ditingkatkan. 2K tidak benar-benar memperbaiki film yang ada sidik jari, kecuali dalam goresan menghilangkan, dimana 4K kemungkinan akan terlihat lebih baik dari film 35mm. 3D, jika terbukti menjadi faktor, akan terlihat jauh lebih baik dalam format 4K lebih besar.

Sinema Digital

Digital cinema / Sinema Digital adalah teknologi yang mengacu pada penggunaan teknologi digital untuk mendistribusikan dan proyek film. Film akhir dapat didistribusikan secara elektronik dan diproyeksikan menggunakan proyektor digital bukan proyektor film konvensional. Perhatikan bahwa sinema digital berbeda dari televisi definisi tinggi dan khususnya, film digital tidak sepenuhnya tergantung pada menggunakan standar televisi atau HDTV, rasio aspek, atau tingkat frame, meskipun perkembangan terakhir di HDTV menyebabkan kebangkitan kepentingan terkait dalam menggunakan format HD untuk sinema digital, yang dikenal sebagai cinema HD.

Untuk menayangkan sinema digital, diperlukan proyektor yang berbeda dengan proyektor untuk menayangkan sinema konvensional. Terdapat dua jenis proyektor yang dapat digunakan untuk menayangkan sinema digital, yaitu proyektor DLP dan DCI. Proyektor DLP memiliki resolusi 1280×1024 atau setara dengan 1.3 megapiksel.

Teknologi penayangan sinema digital lainnya dibuat oleh perusahaan Sony dan diberi label teknologi “SXRD” . Proyektor-proyektor SXRD seperti SRXR210 dan SRXR220, menawarkan resolusi 4096×2160 (4K) dan memiliki piksel empat kali lebih banyak dari pada proyektor 2K. Proyektor sinema digital Sony juga memiliki harga yang kompetitif dengan proyektor DLP 2 K yang memiliki resolusi lebih rendah (2048×1080 atau setara dengan 2.2 megapiksel).

Sejarah Film
  • Sejarah film sebenarnya sama tuanya dengan penemuan perangkat fotografi. Namun tahukah kamu, sejarah gambar bergerak yang pertama muncul di dunia justru muncul bukan di Hollywood, namun lahir dari sebuah pertanyaan unik: Apakah keempat kaki kuda berada pada posisi melayang pada saat bersamaan ketika kuda berlari? Pertanyaan ini dijawab oleh Eadweard Muybridge dari Stanford University dengan membuat 16 gambar atau frame kuda yang sedang berlari. Kejadian ini terjadi pada tahun 1878. Dari ke-16 gambar kuda yang sedang berlari ini dirangkai dan digerakkan secara berurutan menghasilkan gambar bergerak pertama yang berhasil dibuat di dunia. Dari sinilah ide membuat sebuah film muncul. Karena pada saat itu teknologi kamera perekam belum ada, Muybridge menggunakan kamera foto biasa untuk menghasilkan gerakan lari kuda. Dengan kata lain, diperlukan pengambilan gambar beberapa kali agar memperoleh gerakan lari kuda yang sempurna saat difilmkan.
  • Sepuluh tahun setelah penemuan gambar bergerak (1888), barulah muncul film (bukan sekedar gambar bergerak) pertama di dunia, ya paling tidak mendekati konsep film-film yang sudah ada saat ini. Film ini dikenal dengan nama Roundhay Garden Scene yang di'sutradarai' oleh Louis Le Prince yang berasal dari Prancis. Film berdurasi sekitar 2 detik ini menggambarkan sejumlah anggota keluarga Le Prince sedang berjalan-jalan menikmati hari di taman. Setahun kemudian(1889), Amerika Serikat barulah memproduksi film pertamanya yang berjudul Monkeyshines No. 1. Seperti apa film Monkeyshines No.1? Gambar orang yang 'blur' dengan latar hitam yang sedang melakukan gerakan-gerakan tangan dalam beberapa detik.
  • Memproduksi sebuah film yang spektakuler (seperti yang dilakukan oleh kalangan sineas Hollywood) tentu saja membutuhkan biaya yang sangat besar. Contohnya, film Titanic yang harus membangun tiruan kapal Titanic itu sendiri. Film Titanic itu sendiri menghabiskan dana sebesar 200 juta dollar atau kalau kita rupiahkan bisa mencapai angka 2,5 triliun rupiah! Tapi itu masih belum seberapa lo...coba bandingkan dengan biaya pembuatan film Pirates of the Caribbean: At World's End yang mencapai angka 300 juta dollar atau sekitar hampir 4 triliun rupiah! Luar biasa... Namun, tahukah kamu, ada satu film yang bisa dianggap sebagai salah satu film termahal di dunia yang pernah diproduksi, dan film ini diproduksi pada tahun 1963. Itulah film Cleopatra yang diproduksi oleh 20th Century Fox . Awalnya film ini hanya diberi anggaran 2 Juta Dollar, namun entah mengapa membengkak hingga 44 juta dollar. Kondisi ini tentunya sangat memberatkan 20th Century Fox sehingga hampir membuatnya gulung tikar. Perlu diketahui bahwa angka 44 juta dolar ini adalah angka di tahun 1963, bila dikonversikan dengan tahun sekarang plus hitung-hitungan inflasi, angka tersebut sama dengan nilai 295 juta dollar di tahun 2007, dengan kata lain di tahun 2009 bisa menembus angka 300 juta dollar!
-                       Tapi siapakah sebenarnya pemegang rekor film termahal di dunia? Ternyata film termahal yang pernah dibuat adalah film yang merupakan adaptasi dari novel dari Rusia, War and Peace yang ditulis oleh penulis terkenal Rusia Leo Tolstoy. Film yang dibuat pada tahun 1961 dan diproduseri oleh Mosfilm Studios milik USSR ini menghabiskan dana sebesar 100 juta dollar atau kalau dikonversi dengan inflasi dan segala macam, film ini berharga 700 juta dollar! Luar biasa...! Lalu apa yang membikin film ini menjadi sangat mahal? Ternyata ada sebuah adegan film perang yang harus mengerahkan pasukan sebanyak 120.000 tentara, dan itu adalah scene atau adegan perang terbesar yang pernah dibuat!

Pengertian Film

Sebuah film, juga disebut gambar bergerak, adalah serangkaian gambar diam atau bergerak. Hal ini dihasilkan oleh rekaman gambar fotografi dengan kamera, atau dengan membuat gambar menggunakan teknik animasi atau efek visual.

Proses pembuatan film telah berkembang menjadi sebuah bentuk seni dan industri. Film adalah artefak budaya yang diciptakan oleh budaya tertentu yang mencerminkan budaya, yang pada gilirannya mempengaruhi mereka. Film ini dianggap sebagai bentuk seni yang penting, sumber hiburan populer dan metode yang kuat untuk mendidik – atau mengindoktrinasi – warga negara. Unsur-unsur visual dari bioskop memberikan gambar gerakan universal kekuatan komunikasi. Beberapa film telah menjadi pertunjukkan populer di seluruh dunia menggunakan dubbing atau sub judul yang menerjemahkan dialog dalam bahasa penonton.

Film terdiri dari serangkaian gambar individu yang disebut frame. Ketika gambar-gambar yang ditampilkan dengan cepat ke dalam layar, Penonton tidak dapat melihat flicker antara frame karena efek yang dikenal sebagai persistence of vision, dimana mata mempertahankan citra visual untuk sepersekian detik setelah dihapus. Penonton dapat melihat gerakan karena efek psikologis yang disebut beta movement.

Nama “film” berasal dari film fotografi (juga disebut stock film). secara historis menjadi media utama untuk merekam dan menampilkan gambar bergerak. Banyak istilah lainnya yang ada untuk sebuah individual film, termasuk picturepicture showmoving picturephoto-play dan flick. istilah umum untuk sebutan film Amerika Serikat adalah Movie, sementara di Eropa sebutan film lebih disukai. Istilah tambahan lainnya yaitu layar lebar, layar perak, bioskop dan film.

Jika Film dikombinasikan dengan pertunjukkan seni, maka masih dianggap atau ditetapkan sebagai sebuah “film”, misalnya, ketika ada live musikal untuk theater. Ketika ada Pertunjukan seni di film ini dimasukkan sebagai komponen biasanya tidak disebut film, namun sebuah film, yang bisa berdiri sendiri tetapi diikuti dengan pertunjukan masih dapat disebut sebagai sebuah film.

Film memiliki attitude (sikap, gelagat, atau laku) yang berbeda dengan video (televisi). Menonton sebuah film harus melalui semacam ritual yang tidak dapat dielakkan oleh penonton. Ritual yang penulis maksud adalah beberapa langkah yang harus dilakukan oleh penonton untuk menikmati tayangan sebagai film. Hal ini merujuk kepada pemahaman penulis tentang film sebagai karya yang otoritasnya dimiliki oleh pembuat film sementara penonton, secara tidak langsung, menjadi pihak yang pasif dalam menerima tampilan citra bergerak yang ditampilkan.

Ilustrasinya adalah jika kita ingin menonton sebuah film yang ditampilkan di bioskop A, kita harus mengetahui jadwal tayangnya terlebih dahulu, kemudian kita harus membeli tiket untuk mendapatkan kursi. Kita harus duduk di dalam satu ruangan gelap dengan layar besar ketika ingin menonton film. Selain itu, di dalam bioskop terdapat semacam kesepakatan bersama bahwa penonton tidak boleh membuat keributan selama film diputar dari awal hingga selesai. Dengan demikian, penonton tidak aktif selama film X diputar di dalam bisokop A. Rangkaian kegiatan tersebut seolah menjadi ritual wajib bagi setiap orang yang ingin menonton sebuah film sebagaimana mestinya. 

Sumber :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar