CINEMA
Apa Itu Cinema ?
Secara konkret, kata sinema tidak dapat dijabarkan
sebagaimana kita dapat menjabarkan dengan mudah tentang satu benda yang dapat
digenggam. Dengan kata lain, sinema tidak memiliki wujud, melainkan berupa
konsep dan bersifat metafisis (khayali). Kasus ini serupa dengan usaha
untuk mencoba mendefinisikan gaya tarik bumi (gaya gravitasi) yang dilakukan
oleh Newton. Secara kasat mata, gaya gravitasi tidak bisa dilihat dan
digenggam, tetapi dia ada dan hadir di tengah-tengah kita. Apa yang dilakukan
oleh Newton ialah melakukan penjelajahan makna melalui serangkaian percobaan
dan perhitungan untuk membuktikan keberadaan gaya gravitasi tersebut.
Sebagaimana Andre Bazin menjelaskan dalam Qu’es-ce
Que le Cinema?, bahwa untuk mendapatkan satu pengertian sinema, kita harus
melakukan pembacaan terhadap film yang dihadirkan pada renungan kritik
sehari-hari, untuk menghantarkan kita pada sederet ketukan penduga,
penjelajahan dan pengilasan terhadapnya. Namun, untuk memudahkan kita dalam
melakukan penelaahan terhadap arti atau definisi sinema, Bazin memberikan kata
kunci, bahwa sinema adalah bahasa (Bazin, 1945; 1958).
Berdasarkan pengalaman dan intensitas bersinggungan
dengan hal yang berkaitan dengan film dan sinema, penulis memiliki pengertian
sendiri terhadap sinema. Selama ini kita percaya bahwa sinema (berasal dari
kata Bahasa Inggris, cinema) memiliki arti dalam Bahasa Indonesia
sebagai gedung bioskop. Bagi penulis sendiri, sinema lebih tepat untuk
ditempatkan sebagai kata yang bermakna dekat dengan budaya atau perilaku yang
dialami/dilakukan oleh masyarakat atau individu dalam persinggungannya dengan
apa yang kita kenal sebagai film (atau lebih tepatnya, sinema itu sendiri
merupakan budaya menonton film).
Penulis memahami bahwa kata sinema sangat erat dengan apa
yang kita kenal sebagai budaya menonton. Dengan demikian, merujuk pada
pemahaman penulis tentang budaya menonton citra bergerak yang dapat
berbeda-beda satu sama lain, kita dapat pula membedakan antara film dan video
(televisi).
Sinema Digital dan
Sejarah dari Film
Sejarah Sinema Digital
Baru-baru ini
(akhir 2005) minat pada proyeksi 3D stereo digital telah menyebabkan kemauan
baru pada bagian teater untuk bekerja sama dalam jumlah terbatas menginstal 2K
instalasi untuk menunjukkan Disney’s “Chicken Little” dalam 3D. Tujuh lebih
film 3D digital yang dijadwalkan untuk tahun 2006 atau 2007 rilis. Ini
kemungkinan akan meningkatkan jumlah 2K instalasi ke beberapa ratus pada akhir
tahun 2006. Biaya format target yang direncanakan,, 4K jauh lebih besar, dan
kemungkinan akan tetap ditunda sampai hasil yang lebih untuk 3D dievaluasi.
Aplikasi digital lain seperti olahraga hidup adalah insentif tambahan. HD TV
dan pra-rekaman HD Blu-ray disk, akan memberikan tekanan yang lebih besar
terhadap teater untuk menawarkan sesuatu yang lebih baik untuk bersaing dengan
pengalaman rumah HD ditingkatkan. 2K tidak benar-benar memperbaiki film yang
ada sidik jari, kecuali dalam goresan menghilangkan, dimana 4K kemungkinan akan
terlihat lebih baik dari film 35mm. 3D, jika terbukti menjadi faktor, akan
terlihat jauh lebih baik dalam format 4K lebih besar.
Sinema Digital
Digital cinema /
Sinema Digital adalah teknologi yang mengacu pada penggunaan teknologi digital
untuk mendistribusikan dan proyek film. Film akhir dapat didistribusikan secara
elektronik dan diproyeksikan menggunakan proyektor digital bukan proyektor film
konvensional. Perhatikan bahwa sinema digital berbeda dari televisi definisi
tinggi dan khususnya, film digital tidak sepenuhnya tergantung pada menggunakan
standar televisi atau HDTV, rasio aspek, atau tingkat frame, meskipun
perkembangan terakhir di HDTV menyebabkan kebangkitan kepentingan terkait dalam
menggunakan format HD untuk sinema digital, yang dikenal sebagai cinema HD.
Untuk
menayangkan sinema digital, diperlukan proyektor yang berbeda dengan proyektor
untuk menayangkan sinema konvensional. Terdapat dua jenis proyektor yang dapat
digunakan untuk menayangkan sinema digital, yaitu proyektor DLP dan DCI.
Proyektor DLP memiliki resolusi 1280×1024 atau setara dengan 1.3 megapiksel.
Teknologi
penayangan sinema digital lainnya dibuat oleh perusahaan Sony dan diberi label
teknologi “SXRD” . Proyektor-proyektor SXRD seperti SRXR210 dan SRXR220,
menawarkan resolusi 4096×2160 (4K) dan memiliki piksel empat kali lebih banyak
dari pada proyektor 2K. Proyektor sinema digital Sony juga memiliki harga yang
kompetitif dengan proyektor DLP 2 K yang memiliki resolusi lebih rendah
(2048×1080 atau setara dengan 2.2 megapiksel).
Sejarah Film
- Sejarah film sebenarnya sama tuanya dengan penemuan perangkat fotografi. Namun tahukah kamu, sejarah gambar bergerak yang pertama muncul di dunia justru muncul bukan di Hollywood, namun lahir dari sebuah pertanyaan unik: Apakah keempat kaki kuda berada pada posisi melayang pada saat bersamaan ketika kuda berlari? Pertanyaan ini dijawab oleh Eadweard Muybridge dari Stanford University dengan membuat 16 gambar atau frame kuda yang sedang berlari. Kejadian ini terjadi pada tahun 1878. Dari ke-16 gambar kuda yang sedang berlari ini dirangkai dan digerakkan secara berurutan menghasilkan gambar bergerak pertama yang berhasil dibuat di dunia. Dari sinilah ide membuat sebuah film muncul. Karena pada saat itu teknologi kamera perekam belum ada, Muybridge menggunakan kamera foto biasa untuk menghasilkan gerakan lari kuda. Dengan kata lain, diperlukan pengambilan gambar beberapa kali agar memperoleh gerakan lari kuda yang sempurna saat difilmkan.
- Sepuluh tahun setelah penemuan gambar bergerak (1888), barulah muncul film (bukan sekedar gambar bergerak) pertama di dunia, ya paling tidak mendekati konsep film-film yang sudah ada saat ini. Film ini dikenal dengan nama Roundhay Garden Scene yang di'sutradarai' oleh Louis Le Prince yang berasal dari Prancis. Film berdurasi sekitar 2 detik ini menggambarkan sejumlah anggota keluarga Le Prince sedang berjalan-jalan menikmati hari di taman. Setahun kemudian(1889), Amerika Serikat barulah memproduksi film pertamanya yang berjudul Monkeyshines No. 1. Seperti apa film Monkeyshines No.1? Gambar orang yang 'blur' dengan latar hitam yang sedang melakukan gerakan-gerakan tangan dalam beberapa detik.
- Memproduksi sebuah film yang spektakuler (seperti yang dilakukan oleh kalangan sineas Hollywood) tentu saja membutuhkan biaya yang sangat besar. Contohnya, film Titanic yang harus membangun tiruan kapal Titanic itu sendiri. Film Titanic itu sendiri menghabiskan dana sebesar 200 juta dollar atau kalau kita rupiahkan bisa mencapai angka 2,5 triliun rupiah! Tapi itu masih belum seberapa lo...coba bandingkan dengan biaya pembuatan film Pirates of the Caribbean: At World's End yang mencapai angka 300 juta dollar atau sekitar hampir 4 triliun rupiah! Luar biasa... Namun, tahukah kamu, ada satu film yang bisa dianggap sebagai salah satu film termahal di dunia yang pernah diproduksi, dan film ini diproduksi pada tahun 1963. Itulah film Cleopatra yang diproduksi oleh 20th Century Fox . Awalnya film ini hanya diberi anggaran 2 Juta Dollar, namun entah mengapa membengkak hingga 44 juta dollar. Kondisi ini tentunya sangat memberatkan 20th Century Fox sehingga hampir membuatnya gulung tikar. Perlu diketahui bahwa angka 44 juta dolar ini adalah angka di tahun 1963, bila dikonversikan dengan tahun sekarang plus hitung-hitungan inflasi, angka tersebut sama dengan nilai 295 juta dollar di tahun 2007, dengan kata lain di tahun 2009 bisa menembus angka 300 juta dollar!
- Tapi
siapakah sebenarnya pemegang rekor film termahal di dunia? Ternyata film
termahal yang pernah dibuat adalah film yang merupakan adaptasi dari novel dari
Rusia, War and Peace yang ditulis oleh penulis terkenal Rusia Leo
Tolstoy. Film yang dibuat pada tahun 1961 dan diproduseri oleh Mosfilm Studios
milik USSR ini menghabiskan dana sebesar 100 juta dollar atau kalau dikonversi
dengan inflasi dan segala macam, film ini berharga 700 juta dollar! Luar
biasa...! Lalu apa yang membikin film ini menjadi sangat mahal? Ternyata ada
sebuah adegan film perang yang harus mengerahkan pasukan sebanyak 120.000
tentara, dan itu adalah scene atau adegan perang terbesar yang pernah dibuat!
Pengertian Film
Sebuah
film, juga disebut gambar bergerak, adalah serangkaian gambar diam atau
bergerak. Hal ini dihasilkan oleh rekaman gambar fotografi dengan kamera, atau
dengan membuat gambar menggunakan teknik animasi atau efek visual.
Proses
pembuatan film telah berkembang menjadi sebuah bentuk seni dan industri. Film adalah artefak budaya yang diciptakan oleh budaya
tertentu yang mencerminkan budaya, yang pada gilirannya mempengaruhi mereka.
Film ini dianggap sebagai bentuk seni yang penting, sumber hiburan populer dan
metode yang kuat untuk mendidik – atau mengindoktrinasi – warga negara.
Unsur-unsur visual dari bioskop memberikan gambar gerakan universal kekuatan
komunikasi. Beberapa film telah menjadi pertunjukkan populer di seluruh dunia
menggunakan dubbing atau sub judul yang menerjemahkan dialog dalam bahasa
penonton.
Film
terdiri dari serangkaian gambar individu yang disebut frame. Ketika
gambar-gambar yang ditampilkan dengan cepat ke dalam layar, Penonton tidak
dapat melihat flicker antara frame karena efek yang dikenal sebagai persistence
of vision, dimana mata mempertahankan citra visual untuk sepersekian detik
setelah dihapus. Penonton dapat melihat gerakan karena efek psikologis yang
disebut beta movement.
Nama
“film” berasal dari film fotografi (juga disebut stock film). secara historis
menjadi media utama untuk merekam dan menampilkan gambar bergerak. Banyak
istilah lainnya yang ada untuk sebuah individual film, termasuk picture, picture
show, moving picture, photo-play dan flick.
istilah umum untuk sebutan film Amerika Serikat adalah Movie, sementara di
Eropa sebutan film lebih disukai. Istilah tambahan lainnya yaitu layar lebar,
layar perak, bioskop dan film.
Jika
Film dikombinasikan dengan pertunjukkan seni, maka masih dianggap atau ditetapkan
sebagai sebuah “film”, misalnya, ketika ada live musikal untuk theater. Ketika
ada Pertunjukan seni di film ini dimasukkan sebagai komponen biasanya tidak
disebut film, namun sebuah film, yang bisa berdiri sendiri tetapi diikuti
dengan pertunjukan masih dapat disebut sebagai sebuah film.
Film memiliki attitude (sikap, gelagat, atau
laku) yang berbeda dengan video (televisi). Menonton sebuah film harus melalui
semacam ritual yang tidak dapat dielakkan oleh penonton. Ritual yang penulis
maksud adalah beberapa langkah yang harus dilakukan oleh penonton untuk
menikmati tayangan sebagai film. Hal ini merujuk kepada pemahaman penulis
tentang film sebagai karya yang otoritasnya dimiliki oleh pembuat film
sementara penonton, secara tidak langsung, menjadi pihak yang pasif dalam
menerima tampilan citra bergerak yang ditampilkan.
Ilustrasinya adalah jika kita ingin menonton sebuah film
yang ditampilkan di bioskop A, kita harus mengetahui jadwal tayangnya terlebih
dahulu, kemudian kita harus membeli tiket untuk mendapatkan kursi. Kita harus
duduk di dalam satu ruangan gelap dengan layar besar ketika ingin menonton
film. Selain itu, di dalam bioskop terdapat semacam kesepakatan bersama bahwa
penonton tidak boleh membuat keributan selama film diputar dari awal hingga
selesai. Dengan demikian, penonton tidak aktif selama film X diputar di dalam
bisokop A. Rangkaian kegiatan tersebut seolah menjadi ritual wajib bagi setiap
orang yang ingin menonton sebuah film sebagaimana mestinya.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar